Bicara tentang Muslim, Agama & Hubungan


Menurut Islam,manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia di antara makhluk ciptaan-Nya yang lain yang dipercaya untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dengan segala usaha,kerja keras,dan do’a manusia dapat menemukan jalan kehidupannya sendiri,kecuali pada beberapa ketetapan yang tak bisa diubah (rezeki,mati,jodoh) (Mohammad Daud Ali,2011).

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar’ad ayat 11:
 “…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
 sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.Dan apabila Allah
 menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,maka tak ada yang dapat
 menolaknya dan tidak ada pelindung mereka selain Dia.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).



  Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.


Ada dua jalur pengabdian pada Allah Swt:
1. Jalur khusus: Dilakukan melalui ibadah khusus, yaitu upacara pengabdian langsung yang cara dan waktu sudah ditentukan Allah Swt. Seperti: sholat, zakat, puasa, haji.
2. Jalur umum: Dilakukan melalui perbuatan-perbuatan yang baik (amal saleh) yaitu perbuatan yang bermanfaat bagi sendiri dan masyarakat dengan niat mencari ridho Allah Swt.
 Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah-khalifah di bumi.

Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya dalam QS. al-Baqarah ayat 30:
Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS. al-Baqarah (2):30)
Perkataan khalifah dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia sebagai wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia. Untuk mengurus bumi Allah memberikan manusia akal pikiran dan kalbu yang digunakan untuk mengamati alam dan mengembangkan ilmu mendapatkan keridaan Allah Swt. Selain itu, manusia bertugas untuk memakmurkan bumi yang artinya mensejahterakan kehidupan ini dengan beramal saleh dan menjaga keseimbangan alam.
Sebagai khalifah manusia juga harus bertanggungjawab atas segala perbuatannya yang dinilai dengan pahala dan dosa.  Tanggungjawab ini merupakan amanah yang tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau diwariskan.  Untuk dapat melaksanakan amanah tersebut, manusia senantiasa membingkai dirinya dengan keimanan dan amal saleh.
 Dengan adanya akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah. Tetapi dengan akal dan kehendak pula manusia dapat tidak patuh pada kehendak Allah seperti yang ditegaskan dalam QS al-Kahfi ayat 29:
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang dzalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS al Kahfi  (18):29)
Memang manusia bebas menentukan kemauandan kehendaknya. Namun, manusia wajib mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat. Secara jujurnya manusia bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Hal ini dapat dilihat dalam QS at-Thur ayat 21:
Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.(QS at-Thur (52):21)

 

[sumber: bellatulusariana.blogspot.com ~ kajian oleh Bella Tulus Arianna & kawan2 "Manusia Menurut Agama Islam dan Hubungan Manusia dengan Agama"]

No comments:

Post a Comment