Firman Allah: "Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah tiap-tiap diri melihat dan memerhatikan apa yang ia telah sediakan untuk hari esok (hari akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat meliputi pengetahuannya akan segala yang kamu kerjakan." [Surah al-hashr 59:18] ~sumber: Solusi; isu 58
Kasih Sayang Allah tidak terbatas
Allah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Pengetahuan yang tidak terbatas dan rahmat yang luas merupakan milik-Nya. Allah sangatlah indah dan Allah juga memiliki kasih sayang yang tidak terbatas. Dia menciptakan manusia dan memberinya bentuk yang sempurna yang merupakan perwujudan keindahan yang tak terbatas yang dimiliki-Nya. Allah menganugerahkan jiwa kepada setiap hamba-Nya. Hal ini berarti Allah dapat memberikan kepada para hamba-Nya berbagai hal yang tidak terbatas atas kehendak dan kemurahan-Nya.
Biasanya seseorang di dalam menjalani kehidupannya di dunia tidak menyadari anugerah Allah tersebut. Sehingga mereka tidak pernah berpikir bahwa mereka mungkin mampu untuk merasakan kekuatan kasih sayang dan kearifan yang tidak terbatas. Akibatnya, mereka gagal untuk mencintai orang lain, dan bahkan hal itu tidak pernah terlintas di dalam benak mereka. Mereka tidak menyadari bahwa kedalaman jiwa yang dimiliki oleh orang-orang pada hakikatnya berasal dari Dzat Allah dan, oleh karen itu, mereka tidak dapat menikmati cinta yang kuat dan mendalam kepada sesama. Dan jelas ini merupakan kesalahan yang besar.
Untuk alasan ini, orang-orang cenderung memiliki konsep yang sangat dangkal mengenai cinta. Cinta yang mereka rasakan dan miliki terbatas pada faktor fisik - rumah, mobil dan keamanan masa depan mereka ... Akibatnya, rasa cinta mereka akan berakhir setiap kali hal-hal yang bersifat fisik tersebut rusak, yaitu ketika mereka kehilangan mobil mereka, atau ketika masa depan mereka terancam. Konsep cinta tersebut mereka yakini secara penuh. Tidak ada sebuah sistem yang mampu membangun dan memperbaikinya kembali ketika cinta mereka berakhir. Karena mereka telah terikat pada nilai-nilai yang bersifat sementara, Oleh sebab kehidupan dunia ini adalah fana, dan segala sesuatu di dunia ini pada akhirnya akan lenyap, maka tidak dapat dihindari lagi bahwa cinta yang mereka miliki tidak akan ada lagi dan musnah. Dan memang itu yang terjadi. Namun ketika seseorang mencintai orang lain karena mereka berpegang teguh kepada Dzat Allah dan yakin bahwa terdapat kemungkinan adanya sebuah cinta yang tak terbatas dan rasa penuh kasih dari Allah, tidak mungkin perasaan yang tersebut berakhir kecuali jika Allah menghendaki demikian. Seseorang menyadari bahwa seseorang dapat menikmati sebuah cinta yang semakin besar, dalam dan bertambah dengan berlalunya waktu, bukan cinta yang semakin menyusut karena berlalunya waktu, penyakit, harapan maupun kesulitan. Tidak ada batasan untuk itu.
Orang-orang meyakini bahwa di akhirat, dimana tidak terdapat kesulitan maupun ketidaksempurnaan, Allah akan mewujudkan umat manusia dalam bentuk yang sempurna berdasarkan kehendak-Nya. Hal ini hanya akan mungkin terwujud apabila seseorang dengan semangat yang dia miliki yang merupakan anugerah dari Allah, mampu merasakan cinta yang menyenangkan di dalam jiwanya, memiliki kepribadian dan sosok yang mendalam pada pandangan seseorang dan mampu menciptakan hubungan yang erat dengan mereka di dalam pikiran mereka dengan mengikatkan diri kepada Allah dan lebih mengenal Allah. Seseorang yang mampu mempertahankan semangat dari Dzat Allah merupakan sebuah keberkahan yang tak terbatas. Melalui kehendak Allah, seseorang mampu memiliki segala sesuatu dalam jumlah yang tak terbatas. Dan sesuatu itu termasuk cinta. Di dalam sebuah ayat al-Quran, Allah menjelaskan bahwa cinta sejati hanya akan didapatkan melalui kehadiran-Nya.
"Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan Menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka)." (Surah Maryam, 96)
(sumber: idharunyahya.com)
Keistimewaan 10 hari Terakhir RAMADAN & Malam Lailatul Qadar
Kebaikan & Pahala Melalui Facebook (FB)
Lailatulqadar: Memaksimumkan Ibadah dalam 10 Ramadan Terakhir
Lailatul Qadar (Malam Qadar) yang dinyatakan di dalam al-Quran sebagai, “lebih baik daripada seribu bulan” (97:3). Apa-apa ibadah yang dilakukan pada malam ini seperti membaca al-Quran, mengingati Allah, dan lain-lain adalah lebih baik daripada beribadah untuk 1000 bulan yang tidak mengandungi malam Qadar. Rasulullah saw sendiri memaksa dirinya dengan ketaatan dalam sepuluh malam terakhir berbanding pada masa lain. Aishah (RA) berkata bahawa nabi: Carilah Lailatul Qadr pada malam bernombor ganjil pada sepuluh malam terakhir Ramadan (Bukhari).
Nabi berkata: “Sesiapa sembahyang pada malam Qadar dengan iman dan harapan untuk ganjarannya, semua dosa-dosa sebelum ini akan diampuni.” (Bukhari dan Muslim dari Abu Huraira).
1. Luangkan masa untuk Allah.
Kita akan berehat seketika untuk hampir segala-gala aktiviti didalam hidup. Kenapa tidak kali ini dengan memberi tumpuan kepada menyembahan dan mengucapkan terima kasih kepada Pencipta kita. Sekurang-kurangnya kita mengambil sedikit masa jika boleh. Berjaga pada waktu malam untuk melakukan Ibadah qiamullail, tidak perlu risau tentang untuk pergi bekerja pada keesokan harinya. Insyallah, ia tidak akan menjejaskan kita pun. Siyes!
2. I’tikaf.
Ia adalah amalan Rasulullah untuk menghabiskan sepuluh hari terakhir dan malam Ramadan, duduk dalam masjid untuk I’tikaf. Orang-orang yang beri’tikaf tinggal di masjid sepanjang masa ini, melaksanakan pelbagai bentuk amalan (mengingati Allah), seperti melakukan solat sunat, membaca dan memahami al-Quran.
3. Amalkan Doa khas ini.
Aishah, ra berkata: Aku pernah bertanya Rasulullah saw: ‘Wahai Rasulullah, jika aku tahu bila malam adalah malam Qadar, apakah yang perlu aku ucapkan semasa doa?’ Baginda berkata: “Katakanlah: Ya Allah, Engkau adalah Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkan aku. ” (Ahmad, Ibn Majah, dan Tirmidzi).
4. Merenung makna al-Quran.
Pilih surah terkini atau surah yang anda pernah mendengar dalam Tarawih dan membaca terjemahan dan Tafsir. Kemudian berfikir secara mendalam tentang makna dan bagaimana ia memberi kesan kepada anda.
5. Berdoa supaya dosa dihapuskan.
Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah (Nabi Muhammad) berkata: Sesiapa yang berdiri (mengerjakan sembahyang) pada malam Lailatul Qadar, mengharapkan pahala dari sisi Allah, semua dosanya pada masa lalu akan diampuni. [Bukhari dan Muslim).
Cuba untuk membuat doa anda lebih panjang, lebih mendalam dan bermakna. Jika anda sudah biasa dengan surah yang panjang, baca terjemahan dan penjelasan. Hayati makna daripada surah. Ini adalah cara yang baik untuk meningkatkan tumpuan, walaupun dalam sembahyang, di mana ramai daripada kita cenderung untuk menjadi lalai dan / atau mudah terganggu.
6. Buat satu senarai Doa peribadi.
Tanya diri kita apa yang kita benar-benar mahu dari Allah. Buat senarai setiap dan segala-galanya, tidak kira betapa kecil atau berapa besar, sama ada ia berkaitan dengan dunia ini atau tidak. Allah suka mendengar doa dan permintaan daripada kita.
7. Amalkan Doa Panjang, Ikhlas dan Mendalam
Salah satu masa terbaik untuk melakukan ini ialah pada bahagian terakhir malam. Abu Huraira ra, berkata bahawa nabi bersabda: Apabila berakhir satu pertiga malam, Allah, Yang Amat Terpuji turun ke langit bumi dan berfirman: Siapakah yang berdoa untuk Ku? Siapa yang berdoa untuk ku memohon apa-apa akan ku perkenankan. Dan yang yang memohon keampunan kepada-Ku, Aku akan memaafkannya. (Bukhari, Muslim). Bangun satu jam sebelum masa sahur untuk meminta kepada Allah untuk apa-apa dan semua yang kita mahu. Ini boleh dilakukan dengan doa dalam bahasa kita sendiri (tidak semestinya bahasa arab), dengan ikhlas dan keyakinan.
8. Berbuka dengan keluarga.
Jika kita selalu menghabiskan masa berbuka pada hari-hari bekerja di dalam pejabat di tempat kerja, kini beberapa hari terakhir Ramadan ini habiskanlah masa berbuka dengan keluarga kita
Tips ini adalah sebahagian kecil daripada apa yang boleh kita dilakukan. Tentukan bagaimana malam yang lebih baik daripada seribu bulan ini digunakan. Ini akan membantu kita untuk mengelakkan daripada kerugian pada Malam Lailatul-Qadar iaitu dalam 10 hari terakhir..Semoga kita dapat meraih sebanyak mungkin pahala pada Ramadhan kali ini..
(sumber: akuislam.com)
Sakit Ujian dari Allah SWT
Tahukah anda, apabila seorang hamba Allah jatuh sakit, Allah akan utuskan kepadanya 4 malaikat:
Malaikat Pertama : akan ambil SELERANYA
Malaikat kedua : akan ambil REZEKINYA
Malaikat ketiga : akan ambil KECANTIKANNYA (wajah menjadi pucat)
Malaikat keempat : akan ambil DOSANYA
Dan apabila telah sampai waktu yang telah Allah tetapkan untuk hambaNYA kembali sihat, Allah akan suruh malaikat pertama, kedua & ketiga untuk beri balik apa yang diambil olehNYA buat sementara waktu iaitu nikmat SELERA, REZEKI & KECANTIKAN. Tapi, Allah tidak menyuruh malaikat keempat untuk beri balik DOSA hambaNYA yg telah diambil. Nak tahu kenapa? Sebab sakit itu ujian Allah. Sakit itu kafarah(penghapus) dosa bagi tiap2 hambaNYA. SubhanAllah.. betapa kasih, mulia & baik hatinya Allah pada hamba2NYA. Sebab tu kene selalu husnudzon (bersangka baik) bila Allah uji kita dgn rasa sakit.
Sungguh kasihnya Allah pada kita. Dalam Dia menguji kita dengan nikmat sakit, ganjaran dan pahala tetap ada buat kita, hamba-hambaNYA.subhanallah..Allah tahu apa yang terbaik untuk kita..:'). Jangan mengeluh dengan apa yang menimpa diri..Allah cuma rindu untuk mendengar Rintihan HambaNya..maka dia berikan kita dugaan,ujian dan cabaran dalam hidup..supaya kita kembali padaNya..
(Sumber: habibijue.blogspot)
-----------
Entri kali ini khas buat my boss; she's admitted since last Thursday; baru dpt call dari dia; doctor will do operation. Allahu akbar.. Semoga Allah permudahkan urusan beliau. In shaa Allah. Sabarlah dgn dugaan Allah. ~ "Iron lady" yg sy kagumi.
Make Me Strong
I know I'm waiting
Waiting for something
Something to happen to me
But this waiting comes with
Trials and challenges ...
Nothing in life is free
I wish that somehow
You'd tell me out aloud
That on that day I'll be ok
But we'll never know cause
That's not the way it works
Help me find my way
Allah show me right from wrong
Give me light make me strong
I know the road is long
Make me strong
Sometimes it just gets too much
I feel that I've lost touch
I know the road is long
Make me strong
I know I'm waiting Yearning for something
Something known only to me
This waiting comes with
Trials and challenges
Life is one mystery
I wish that somehow
You'd tell me out aloud
That on that day you'll forgive me
But we'll never know cause
That's not the way it works
I beg for your mercy
Allah show me right from wrong
Give me light make me strong
I know the road is long
Make me strong
Sometimes it just gets too much
I feel that
I've lost touch
I know the road is long
Make me strong..
(source: myopera.com)
10 Reasons about SMILE
Muslims are supposed to be welcoming, cheerful people, especially around other Muslims. We know from the hadith that smiling for your brother is a charity, yet many of us decide we don’t have enough smiles to give out or we decide we only want to smile to those we know. For those that cannot smile for their fellow Muslim brother, this is a completely moronic and idiotic train of thought that comes from nationalism, miserliness or ignorance.
If you look at the non-Muslim and the environment they’ve produced around us here in the West, you will notice that these people will make an effort. They will make eye contact with you. They will smile in your face and ask you how your day is going. They will make small talk. What is wrong with us (the Muslims) when we cannot do this amongst ourselves?
For those that want the scientific benefits of smiling (though the Sunnah should be enough for us), Dr. Mark Stibich (via about.com) notes ten reasons to smile:
1. Smiling Makes Us Attractive:
We are drawn to people who smile. There is an attraction factor. We want to know a smiling person and figure out what is so good. Frowns, scowls and grimaces all push people away — but a smile draws them in.
2. Smiling Changes Our Mood:
Next time you are feeling down, try putting on a smile. There’s a good chance you mood will change for the better. Smiling can trick the body into helping you change your mood.
3. Smiling Is Contagious:
When someone is smiling they lighten up the room, change the moods of others, and make things happier. A smiling person brings happiness with them. Smile lots and you will draw people to you.
4. Smiling Relieves Stress:
Stress can really show up in our faces. Smiling helps to prevent us from looking tired, worn down, and overwhelmed. When you are stressed, take time to put on a smile. The stress should be reduced and you’ll be better able to take action.
5. Smiling Boosts Your Immune System:
Smiling helps the immune system to work better. When you smile, immune function improves possibly because you are more relaxed. Prevent the flu and colds by smiling.
6. Smiling Lowers Your Blood Pressure:
When you smile, there is a measurable reduction in your blood pressure. Give it a try if you have a blood pressure monitor at home. Sit for a few minutes, take a reading. Then smile for a minute and take another reading while still smiling. Do you notice a difference?
7. Smiling Releases Endorphins, Natural Pain Killers and Serotonin:
Studies have shown that smiling releases endorphins, natural pain killers, and serotonin. Together these three make us feel good. Smiling is a natural drug.
8. Smiling Lifts the Face and Makes You Look Younger:
The muscles we use to smile lift the face, making a person appear younger. Don’t go for a face lift, just try smiling your way through the day — you’ll look younger and feel better.
9. Smiling Makes You Seem Successful:
Smiling people appear more confident, are more likely to be promoted, and more likely to be approached. Put on a smile at meetings and appointments and people will react to you differently.
10. Smiling Helps You Stay Positive:
Try this test: Smile. Now try to think of something negative without losing the smile. It’s hard. When we smile our body is sending the rest of us a message that “Life is Good!” Stay away from depression, stress and worry by smiling. Therefore, O Muslim, smile, it’s the sunnah! So I ask you, do you smile??
(source: myopera.com)
Bhg. 3: Cara-cara Memimpin Hati
2. TAHALLI
Tahalli bererti menghias. Yakni perkataan lawan bagi takhalli. Sesudah kita mujahadah yakni mengosongkan hati dari sifat-sifat terkeji atau mazmumah, segera pula kita menghiasi hati dengan sifat-sifat terpuji atau mahmudah. Untuk mudah difahami, cuba gambarkan hati kita sebagai sebuah mangkuk yang kotor. Kemudian mangkuk itu dibersihkan. Setelah bersih, jangan dibiarkan ianya kosong. Isikan dia dengan barang-barang yang berharga dan makanan yang lazat. Begitu jugalah dengan hati yang telah dibersihkan daripada sifat-sifat mazmumah tadi. Janganlah dibiarkan ianya kosong. Mestilah diisi dengan sifat-sifat mahmudah pula. Untuk mengisi hati dengan sifat mahmudah, sekali lagi kita perlu mujahadah. Saya tegaskan sekali lagi, bahawa dalam pe-ringkat mujahadah ini, kita masih berasa berat dan susah. Susahnya memerangi hawa nafsu itu kerana hakikatnya kita terpaksa memerangi diri kita sendiri. Bukankah sebelum ini kita katakan nafsu itu sebahagian dari jasad kita, iaitu jasad halus kita (jismul latif). Maknanya belum ada ketenangan dan kelazatan yang sebenar. Bagaimana hendak lazat kalau terpaksa memerangi diri sendiri. Insya-Allah, kalau kita bersungguh-sungguh, lama kelamaan bila ia sebati dengan hati, di waktu itu akan terasalah lazatnya. Kerana setelah kita bersungguh-sungguh, Allah akan membantu sepertimana janji-Nya dalam Al Quran.
Cara-cara mujahadah dalam tahalli samalah seperti kita mujahadah untuk takhalli. Macamlah juga orang yang buat latihan senaman untuk sihatkan badan. Peringkat awal tentulah terasa letih, menjemukan dan sakit-sakit badan. Tetapi akhirnya nanti, dia akan rasa seronok dan terhibur dengan senaman itu. Begitulah juga dalam riadatunnafsi ini. Ertinya, kita bersenam secara rohaniah. Peringkat awal tentulah jemu dan terseksa tetapi akhirnya ia akan mesra dengan tabiat diri kita.Misalnya, kita mahu menghiasi hati dengan sifat pemurah. Maka kita mujahadah dengan mengeluarkan harta atau barang kita, terutama yang kita suka dan sayang, untuk diberi pada yang memerlukannya. Mulanya tentu terasa berat dan payah. Tetapi jangan menyerah. Kita lawan. Ingatkan hati bagaimana orang-orang muqarrobin berebut-rebut untuk dapatkan pahala sedekah. Sayidatina Aisyah r.ha. di waktu tiada apa yang hendak dimakan, beliau cuba juga mendapatkan walau sebelah kurma untuk disedekahkan. Begitu kuat keinginan mereka pada pahala dan rindunya dengan Syurga. Mereka berlumba-lumba menyahut pertanyaan Allah SWT: “Siapakah yang mahu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperolehi pahala yang banyak.” (Al Hadid: 11). Setiap kali kita rasa sayang pada harta, setiap kali itulah pula kita keluarkannya. Insya-Allah lama-kelamaan kita akan memiliki sifat pemurah. Begitu juga dengan sifat-sifat mahmudah yang lain seperti kasih sayang, berani, tawadhuk dan sebagainya, perlulah kita miliki. Untuk itu kenalah bermujahadah. Jika tidak, iman juga turut hilang. Sebab iman itu terdiri di atas sifat-sifat mahmudah.
3. TAJALLI
Sebagai hasil mujahadah dalam takhalli dan tahalli , kita akan memperolehi tajalli. Iaitu sejenis perasaan yang datang sendiri tanpa memerlukan usaha lagi. Agak sukar untuk dituliskan atau digambarkan dengan bahasa. Apakah yang dikatakan tajalli? Yang sebenarnya ia adalah sejenis perasaan yang bersifat maknawiah (zauk), yang hanya mungkin dimengertikan oleh orang-orang yang mengalami dan merasainya. Sepertilah kemanisan gula, tidak akan dapat digambarkan secara tepat.Tajalli secara ringkas, secara asas dan secara mudah difahami ialah perasaan rasa bertuhan, rasa dilihat dan diawasi. Hati seakan-akan celik, hidup, nampak dan terasa kebesaran Allah. Ingatan dan rindu penuh tertuju pada Allah. Hati tenggelam dalam kebesaran-Nya atau dalam mencintai-Nya dengan tidak putus-putus lagi. Harapan dan pergantungan hatinya tidak lagi pada yang selain dari Allah. Dirasakan oleh hatinya bahawa seluruh amal bakti yang dibuatnya, adalah kerana dan untuk Allah semata-mata. Atau hadiah daripada Allah kepadanya. Apa sahaja masalah hidup, dihadapi dengan tenang dan bahagia. Tidak ada pun kesusahan dalam hidupnya. Sebab semua itu dirasa pemberian dari Kekasihnya, Allah SWT. Kalau begitu, bagi orang-orang yang beriman, dunia ini sudah terasa bagaikan Syurga. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan sejati dan kebahagiaan abadi iaitu kebahagiaan hati.Setakat ini yang mampu saya gambarkan rasa tajalli yang agak rasional yang boleh dihuraikan secara ilmiah. Yang selebihnya, lemahlah tinta untuk menulisnya. Hanya siapa yang dapat, dia akan merasakannya dan tidak dapat berkongsi dengan orang lain pula. Kalau cuba juga diceritakannya, akan menimbulkan fitnah di sisi orang-orang yang jahil. Sementara orang-orang yang hasad dengki pula akan mengambil peluang menuduhnya sesat, kafir atau zindik. Dalam soal ini ada seorang Sahabat Rasulullah SAW pernah berkata: “Kalau aku luahkanlah apa yang terasa dalam hati ini, orang akan menuduh aku kafir dan lantas membunuh aku.”
B. ISTIQAMAH
Sikap istiqamah (tetap) beramal adalah benteng iman yang keempat. Seseorang yang memiliki sikap ini sebenarnya telah mendirikan benteng untuk mengawal imannya daripada gangguan musuh. Sebaliknya, tanpa sikap ini seseorang telah membuka satu pintu kepada musuh-musuhnya untuk masuk ke hati dan merosakkan imannya. Bagaimana ini boleh terjadi? Telah dikatakan berulang kali bahawa tujuan ibadah serta membersihkan hati itu adalah untuk membuahkan iman dan akhlak. Kalau tidak begitu, ibadah itu tidaklah bererti apa-apa. Amalan yang membuahkan iman dan akhlak itu adalah benteng yang menjaga iman. Maka melaksanakannya secara tetap dan berterusan akan menetapkan iman dan akhlak itu pada hati kita. Sebaliknya, kalau amalan yang berbuah itu dilakukan sekalisekala dan tidak berterusan, maka tentulah iman itu juga tidak terjamin keselamatannya. Di waktu amalan itu kita lakukan, iman akan tinggi tetapi ketika amalan itu ditinggalkan, iman akan menurun atau merosot. Oleh itu supaya iman sentiasa ada dan stabil, sikap istiqamah beramal adalah penting. Ia akan bertindak sebagai benteng yang dapat memelihara dan menyelamatkan iman daripada serangan musuh terutama nafsu dan syaitan. Sabda Rasulullah SAW: “Amalan yang paling disukai Allah ialah amalan yang berterusan (berkekalan) walaupun sedikit.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Yang penting dalam beramal ialah mengekalkan amalan itu. Kalau tidak mampu berbuat banyak amalan, cukuplah sedikit, asal dikekalkan (istiqamah), daripada banyak amalan tetapi tidak kekal. Contohnya, membaca Al Quran, cukuplah lima baris sahaja tetapi dibuat tiap-tiap hari daripada lima juz sekali baca tetapi dibuat sebulan sekali. Sembahyang sunat pula, cukuplah dua rakaat tiap-tiap malam daripada seratus rakaat tetapi sebulan sekali. Begitu juga dengan sedekah. Biar hanya 10 sen setiap hari daripada RM10 tetapi setahun sekali.Kebaikan dari sikap istiqamah ini ialah:
1. Amalan yang dibuat secara istiqamah akan berkesan. Umpama setitik air kalau terus-menerus memukul batu, lama-kelamaan akan melekukkan batu. Sebaliknya kalau banjir sekalipun yang datang tetapi hanya sekali datangnya, tentu tidak berbekas pada batu.
2. Tujuan beramal dan membersihkan hati agar iman dan akhlak subur. Setiap kali kita beramal kita akan merasai nikmat buahnya itu. Jadi kalau sesuatu amalan itu kita kekalkan, maknanya kita akan sentiasa dapat menikmati nikmatnya. Nikmat inilah yang akan memelihara iman kita.
3. Musuh kita terutama nafsu dan syaitan tidak pernah rehat daripada memusuhi kita. Dengan istiqamah, barulah seim-bang pertahanan kita terhadap musuh-musuh itu. Makna-nya kita juga tidak pernah berehat mempertahankan iman dan akhlak kita. Imam Al Ghazali pernah mengingatkan, “Banyakkanlah olehmu akan amalan yang terasa berbekas di hati.”Lain orang lain hatinya, maka lain pulalah minat dan kegemaran beramal. Ada orang seronok dengan zikir ‘alhamdulillah’. Maknanya bila sebut ‘alhamdulillah’ terasa di hati lazatnya zikir itu. Maka untuk orang ini banyakkanlah zikir itu. Orang lain pula rasa lazat dengan puasa. Maka banyakkanlah puasa sunat. Begitu juga ada orang yang terasa lazat dengan berfikir. Bila berfikir terasa bertambah iman. Maka banyakkanlah berfikir.
Kebaikan dari sikap ini ialah apabila sesuatu amalan itu dilakukan dengan suka dan rela, ia akan lebih berkesan dan tidak menjemukan. Orang yang beramal kerana terpaksa dan ikut-ikutan atau secara jahil dan tidak faham falsafah ibadah itu, tidak akan memperolehi apa-apa kesan baik. Sebaliknya akan mudah terasa jemu. Orang yang jemu beramal akan putus hati dengan Allah. Bila putus hubungan hati dengan Allah, bermakna orang itu sedang berada dalam kemurkaan Allah. Allah berfirman dalam Hadis Qudsi: “Hai hamba-Ku, mengapa kamu jemu beramal sedangkan Aku tidak pernah jemu memberi pahala padamu?”Allah SWT sentiasa bersedia untuk melimpahkan rahmat dan pahala pada kita tetapi mengapa kita tidak mempedulikan-Nya? Untuk mengelak dari sikap itu, kita mesti berhati-hati dalam beramal. Jangan beramal kerana ikut-ikut orang dan kerana terpaksa. Tilik dahulu hati dan minat kita, kemudian pilihlah amalan yang betul-betul sesuai. Barulah dilakukan amalan itu. Kalau tidak, lama-kelamaan penyakit jemu beramal akan menyerang kita. Bila jemu, banyaklah perkara yang boleh berlaku. Ada yang langsung meninggalkan amalan itu. Ada pula yang langsung benci dengan Islam. Ada yang kadang-kadang buat, kadang-kadang tinggalkan. Sebab itu, banyak berlaku orang lari meninggalkan jemaah Islam, pergi meneruskan hidup yang sesuai dengan kehendak nafsu dan syaitan.Dalam beramal elok dipraktikkan teori: “Biar sedikit tetapi banyak jenis daripada banyak tetapi satu jenis.”
Mencari keuntungan Akhirat samalah seperti mencari keuntungan di dunia. Di dunia macam-macam yang kita buat seperti berniaga, tanam padi, tanam sayur, tangkap ikan, ternak kambing dan lembu. Kalau satu daripada usaha-usaha itu mengalami kerugian, kita masih boleh bergantung pada usaha-usaha yang lain. Tetapi kalau kerja kita satu jenis sahaja, katakanlah berniaga sahaja, tiba-tiba kita rugi, akan menderitalah kita waktu itu.Begitulah juga halnya dalam mencari keuntungan hidup di Akhirat. Elok kita beramal banyak jenis selain yang difardhukan seperti sembahyang, puasa, sedekah, zikir, baca Quran, tolongmenolong, berkhidmat, berdakwah dan lain-lain yang dianjurkan oleh syariat. Katalah ada di antara amalan itu tidak diterima oleh Allah, waktu itu masih ada lagi amalan yang lain boleh kita harapkan. Tetapi kalau satu jenis sahaja amalan, tiba-tiba yang satu itu tidak diterima, apalagi yang boleh diharapkan? Oleh itu cuba jangan tumpukan amalan kita pada satu jenis sahaja. Usahakan supaya banyak jenis. Biarlah sedikit asalkan istiqamah.
C. BERTAFAKUR
Seterusnya kita lalui jalan berfikir (tafakur). Banyak ayat Al Quran yang menganjurkan kita berfikir. Firman Allah SWT: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?” ( Rom:8 )Firman Allah: “Apakah kamu tidak memikirkannya?” (Al An’am: 50)Firman Allah: “Pada diri kamu mengapa kamu tidak memerhatikannya.” (Az Zariyat: 21)
Berfikir yang dimaksudkan di sini ialah merenung dengan hati dan akal tentang ciptaan Tuhan hingga datang rasa insaf dan terasa kelemahan diri. Misalnya memikirkan rahsia ciptaan alam sehingga terasa kebesaran Allah dan timbul rasa gerun pada kekuasaan-Nya. Seterusnya memikirkan rahsia perjalanan hati yang bergelombang antara berbagai alunan rasa mazmumah dan mahmudah. Yakni tanpa dikontrol oleh kita, dapat kita rasakan satu pentadbiran Yang Maha Agung sedang mengawasi diri kita. Kesannya kita akan rasa sungguh takut untuk menderhakai Allah. Merenung dan berfikir tentang mati, yang tidak pernah ada seorang pun dapat mengelak darinya sehingga timbul rasa ingin beramal secara serius, sekaligus mahu membuat persiapan ke arah itu. Berfikir terus tentang itu semua, insya-Allah hati kita akan dimasuki sifat-sifat mahmudah.Jadi untuk memiliki sifat-sifat mahmudah mestilah seseorang itu membuat latihan-latihan berfikir seperti berfikir tentang kesalahan diri, tentang dosa dan tentang mazmumah dalam diri. Bawa tafakur dan merenung barulah terasa betapa buruknya mazmumah. Ketika itu barulah mahu menyerah dan menghina diri kepada Allah. Kesannya akan mendorong kita untuk tunduk dan patuh kepadaAllah dan perintah-Nya. Mendorong kita menjadi tawadhuk, rendah diri, berlemah-lembut sesama manusia dan memiliki lain-lain sifat mahmudah. Jadi berfikir juga salah satu cara boleh membaiki diri seseorang.
D. BERGAUL
Tarbiah dan didikan juga boleh didapati melalui pergaulan. Imam Al Ghazali r.hm. ada berkata, di antara cara-cara yang praktikal untuk membaiki diri, hendaklah kita bergaul dengan orang ramai. Melalui pergaulan dapat dikesan sifat-sifat buruk kita. Manusia umum biasanya lebih memperkatakan tentang keburukan kita daripada kebaikan kita yang kadang-kadang kita sendiri tidak sedar dan tidak tahu itu satu kejahatan. Jadi bila kita dikata orang, barulah kita tahu akan kejahatan diri. Maka di waktu itu mudahlah untuk membaikinya.
E. PIMPINAN MURSYID
Cara membaiki diri seterusnya ialah melalui pimpinan. Pemimpin atau guru mursyid itu mampu memimpin kerana kelebihannya yakni dia lebih tahu tentang kecacatan dan kelemahan muridnya lebih daripada muridnya mengenali dirinya sendiri. Mengetahui tentang sir dan batin muridnya. Tahu pula membaca hal-hal halus yang ada pada hati seseorang. Pemimpin yang soleh atau guru mursyid itu juga nampak dan boleh menunjuk kelemahan diri kita. Boleh mendidik dan menunjuk ajar. Biasanya cara ini lebih berkesan dan lebih cepat untuk kita membuat perubahan diri. Asalkan kita dapat memberi kepatuhan kepadanya tanpa berbelah lagi. Biasanya dia sentiasa buat teguran kepada pengikut-pengikutnya atau murid-muridnya sama ada secara langsung dengan lisan mahupun dengan perbuatan secara tidak langsung. Jadi pimpinan pemimpin yang mursyid itu lebih berkesan daripada latihan-latihan lain dalam membaiki diri yakni membaiki roh kita itu. Walau bagaimanapun pelbagai macam latihan lagi boleh dibuat. Terpulanglah kepada kesedaran dan kemampuan kita. Begitulah ilmu tentang roh atau ilmu rohani. Ia adalah ilmu untuk dapat mengesan sifat-sifat roh sama ada yang mahmudah untuk disuburkan mahupun yang mazmumah untuk ditumpaskan supaya roh kita ini bersih dan murni. Membersihkan roh atau hati itu mestilah melalui dua peringkat. Peringkat awal dengan mengetahui ilmu dan peringkat kedua melalui latihan. Setelah menempuh kedua-dua jalan ini, dengan hidayah dan taufik daripada Allah, hati atau roh itu akan bersih. Sedangkan hati ini merupakan raja dalam kerajaan diri. Dialah yang mengarah, dialah yang menahan, dialah yang menyuruh dan sebagainya.Bila mana roh dan hati ini menjadi raja dalam diri, kalau raja sudah bersih, ertinya raja itu sudah baik, maka segala anggota lahir atau jawarih seperti tangan, kaki, mulut, mata, telinga dan lain-lainnya, akan mematuhinya. Walaupun terasa berat, bila hati sebagai raja dalam negara diri sudah memerintah, maka seluruh rakyat dalam dirinya akan mematuhinya.
Ditegaskan sekali lagi, anggota-anggota lahir itu adalah ibarat rakyat dalam negara diri dan hati adalah rajanya. Bila raja baik, seluruh rakyat akan baik. Maknanya seluruh anggota lahir kita ini akan baik. Tetapi bila raja itu jahat, maka dikerahkan pula anggota lahir kita ini untuk buat kerja-kerja jahat. Bila raja dalam diri baik, baiklah seluruh jawarih, maka jawarihkita ini akan tunduk kepada perintah Allah. Itulah anggota manusia yang bersyariat. Jadi anggota lahir ini boleh bersyariat kerana hati itu bersyariat. Anggota lahir kita ini baik, kerana hati itu baik. Anggota lahir kita ini boleh rukuk dan sujud, kerana hati itu sudah rukuk dan sujud. Anggota lahir ini walau bagaimana susah pun, dia sanggup juga tunduk kepada Allah kerana hati sudah tunduk. Inilah yang dimaksudkan oleh sabda Rasulullah SAW: “Dalam diri anak Adam itu ada seketul daging, kalau baik daging itu maka baiklah manusia, kalau ia rosak maka rosaklah manusia. Ketahuilah itulah hati atau roh.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Nukman bin Basyir)
Begitu besarnya peranan hati atau roh ini. Ia adalah raja dalam kerajaan diri. Sebab itu Allah memerintahkan hati atau roh mesti dibersihkan. Bersihkan mazmumahnya digantikan dengan mahmudah melalui takhalli, tahalli dan tajalli, sepertimana yang telah dibahaskan. Jadi baru kita tahu anggota lahir kita ini akan bersyariat bila hati itu bersyariat. Anggota lahir itu baik bilamana hati itu baik. Bila anggota lahir itu tidak patuh kepada Allah atau tidak bersyariat, itu menunjukkan hati tidak baik. Jahatnya berpunca dari hati yang tidak baik. Ertinya raja dalam kerajaan diri ini sudah khianat dan sudah zalim hingga dia menzalimi semua rakyatnya yang ada dalam dirinya, iaitu anggota lahir atau jawarih kita itu. Jadi kalau hati yang menjadi raja dalam kerajaan diri sudah baik, maka dia akan kerahkan anggota lahirnya sebagai rakyat dalam diri membuat baik. Maka Allah berkata dalam Al Quran: “Sesungguhnya mendapat kemenanganlah orang yang membersihkan hatinya (roh atau nafsu). Dan kecewalah orang-orang yang mengotorinya.” (As Syams: 9-10)
Jadi Allah sebut orang yang hatinya baik, dia akan berjaya atau menang dalam hidup. Berjaya di dunia dan berjaya di Akhirat. Mendapat kemenangan di dunia dan mendapat kemenangan di Akhirat. Sebaliknya, kalaulah hati seseorang itu sudah rosak, hatinya kotor hingga mazmumahnya subur, mahmudahnya kurus, maka hati yang kotor itulah yang akan mengecewakan manusia di dunia lagi. Hidupnya lintang-pukang, haru-biru, tidak ada kasih sayang, tidak ada kemesraan, selalu bergaduh, bergeseran dan krisis hingga membawa peperangan. Maka dengan kerosakan itu tidak ada lagi keamanan di dunia ini. Ini semua adalah hasil atau kesan daripada roh atau jiwa atau hati yang tidak dibersihkan. Akibatnya gagallah hidupnya walaupun dia seorang kaya, seorang raja, seorang pembesar atau seorang alim. Orang yang gagal di dunia, akan gagal di Akhirat. Orang yang kecewa di dunia, akan kecewa di Akhirat. Di Akhirat terjun ke Neraka.Sebab itu dalam ajaran Islam, membersihkan roh itu amat penting sekali bahkan diwajibkan yakni dengan cara mempelajari ilmu rohaniah atau ilmu mengetahui tentang sifat-sifat roh atau hati. Roh itulah hakikat diri manusia. Ia adalah penentu baik atau jahatnya seseorang itu. Oleh itu bila roh manusia baik, ertinya manusia itu kembali kepada hakikatnya iaitu bersifat seperti manusia. Kalau rohnya diabaikan hingga penuh dengan sifat mazmumah, maka dia tidak kembali kepada hakikatnya. Walaupun rupanya manusia tetapi sifatnya mungkin haiwan atau mungkin syaitan. Begitulah pentingnya roh atau hati dalam Islam. Begitu penting mempelajari ilmu rohani supaya kita tahu tentang sifat-sifat roh itu. Yang mahmudahnya hendak kita suburkan manakala yang mazmumahnya hendak kita tumpaskan dan dicabutbuangkan. Perbincangan atau perbahasan ini hanya ada di dalam ilmu tasawuf.
(sumber: usahataqwa.com)
Bhg. 2: Cara-cara Memimpin Hati
Untuk jelasnya dibuat beberapa contoh, cara membersihkan hati yang jahat ini:
Contoh 1: Rasa Bakhil
Biasanya nafsu mendorong kita bersifat bakhil. Sedangkan bakhil itu dikeji dan dibenci oleh Allah. Kerana Allah mahu kita jadi pemurah. Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Si pemurah yang jahil lebih dicintai Allah daripada ahli ibadah yang bakhil.” (Riwayat Al Khatib)Oleh itu kita mesti melawan kemahuan nafsu itu. Paksalah hati memberi atau menderma selalu, terutamanya waktu rasa bakhil itu menguasai diri. Yang paling baik, waktu duit tinggal sedikit, waktu itulah kita latih berkorban kerana waktu itulah nafsu rasa paling tercabar. Itulah waktu yang sebaik-baiknya untuk menundukkan nafsu. Sedangkan waktu kita kaya, fungsi menderma tidaklah sebagai riadah melawan nafsu tetapi perbuatan itu sekadar dapat pahala.
Katakanlah kita sedar bahawa pada diri kita ada sifat bakhil. Kita pun tahu bahawa Allah tidak suka pada orang yang bakhil. Kerana itu kita berazam untuk mengikis sifat yang terkutuk itu. Maka kita perlu cuba membiasakan dan membanyakkan sedekah, memberi hadiah dan lain-lain amalan yang berupa pemberian hak kita kepada orang lain. Agar sifat pemurah menjadi subur dan sebati seterusnya menjadi tabiat kita. Sebagai pendorongnya, kita hendaklah selalu membaca firman-firman Allah dan Hadis-Hadis yang banyak menganjurkan kita berkorban. Di sini dipetik beberapa ayat Al Quran dan Hadis untuk menunjukkan Allah dan Rasul-Nya sangat menganjurkan sifat pemurah itu.Firman Allah SWT: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkan sebahagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebahagian dari hartamu, memperolehi pahala yang besar.” (Al Hadid: 7) Firman Allah SWT: “Siapakah yang mahu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperolehi pahala yang banyak.” (Al Hadid: 11) Bersabda Rasulullah SAW: “Orang yang membantu perempuan janda dan orang miskin, samalah seperti berjihad di jalan Allah dan seperti bersolat malam tanpa letih, dan seperti berpuasa siang hari tanpa berbuka.” (Riwayat Bukhari) Sebenarnya sifat bakhil bukan sahaja ada pada orang kaya dan berharta bahkan orang miskin pun tidak mustahil dihinggapi penyakit ini. Kerana itu dalam Islam bukan sahaja sedekah itu boleh dilakukan dengan harta benda tetapi boleh juga dilakukan dengan cara yang lain. Cara-cara ini dapat mendidik akhlak mulia bagi semua orang, memberi peluang pada orang miskin mengikis sifat bakhil selain turut mendapat pahala sedekah.Allah SWT berfirman: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah: 263) Rasulullah SAW pernah memberikan garis-garis panduan berikut dalam satu riwayat Hadisnya: “Segala perbuatan yang baik itu sedekah.” (Riwayat Ahmad dan Bukhari dari Jabir) Sabda Rasulullah SAW: “Senyuman kepada saudaramu itu adalah sedekah.”(Mashabi Assunah) Lagi Sabda Baginda: “Aku khabarkan kepadamu, yang lebih tinggi dari darjat puasa, sembahyang dan sedekah. “Khabarkanlah,” kata Sahabat-Sahabat. “Mendamaikan dua golongan yang bergaduh itu sedekah.” (Riwayat Ahmad dari Abi Dardak) Dengan menggunakan panduan-panduan di atas, orang yang menyedari ada padanya sifat bakhil, bolehlah cuba melatih diri untuk mengubatnya. Bila ada saja peluang untuk sedekah dan sebagainya, jangan dibiar begitu sahaja. Paksalah hati untuk mengeluarkan harta atau bertindak memberi kebaikan kepada orang lain dengan bermacam-macam cara itu.
Di waktu rasa bakhil itu terasa kuat bergantung di hati, waktu itulah perlawanan mesti dihebatkan. Keluarkan apa-apa yang disayangi itu dengan segera dan sebanyak-banyaknya. Latihan ini akan jadi lebih berkesan kalau kita sanggup mengeluarkan harta itu semasa kita sendiri kekurangan. Katakanlah kita didatangi oleh peminta derma di waktu kita hanya ada RM5 di poket. Waktu itu, paksakan hati supaya mengeluarkan separuh yang ada. Tentulah hati rasa berat tetapi keluarkanlah juga. Insya-Allah, kalau ini dibuat dan sanggup kita buat selalu, kita akan jadi seorang yang pemurah dan rasa bakhil akan lenyap terus dari hati kita. Katakanlah kita ada duit RM10,000 tetapi yang kita dermakan hanya RM10 sahaja, tentu tidak akan berkesan apa-apa di hati kita. Di waktu duit sedikit, rasa bakhil sangat kuat maka waktu itu kita akan rasa berat untuk menderma. Ketika itulah kita perlu lawan sifat bakhil itu. Itulah yang dikatakan latihan. Itulah caranya untuk suburkan sifat-sifat pemurah.
Contoh 2: Sifat Takabur
Sifat takabur (sombong) adalah mazmumah yang wajib sangat dikikis segera. Kalau tidak ia akan menutup semua jalan-jalan kebaikan yang mungkin dibuat oleh seseorang itu. Hampir semua dari kita ada sifat ego atau sombong ini. Untuk membuangnya, amat susah sekali. Imam Ghazali ada berkata bahawa sifat ego itu hampir-hampir mustahil dapat dibuang semuanya dari jiwa manusia. Ada ulama sufi berkata, setelah melakukan latihan melawan hawa nafsu, sifat mazmumah yang paling akhir sekali keluar dari dirinya ialah kibir, sombong atau ego. Bagaimanapun kita perlu berusaha untuk mengurangkannya. Kita mesti cuba merendah diri dengan memaksa hati untuk merasa dan mengakui kelemahan dan kekurangan kita sebagai manusia biasa. Dalam perselisihan pendapat atau pergaduhan kita dengan orang lain misalnya, cuba rasakan kesilapan itu di pihak kita. Atau paling tidak, akuilah bahawa kita juga turut bersalah. Bukankah ada pepatah mengatakan, “Bertepuk sebelah tangan masakan berbunyi.”Kalau kita mampu dan berani mengakui kesalahan, akan mampu pulalah kita meminta maaf. Hanya dengan meminta maaf sahaja dosa kita sesama manusia akan terhapus. Oleh itu perlu sangatlah kita melatih diri untuk melawan sifat sombong atau takabur itu.
Latihan yang lebih berkesan lagi ialah kita biasakan diri tinggal bersama dengan orang-orang yang dipandang rendah oleh masyarakat. Orang-orang susah, peminta sedekah, orang cacat dan siapa sahaja yang setaraf, kita dampingi dan gauli. Duduk, bercakap-cakap, minum dan tidur baring bersama mereka hingga kita rasa sama seperti mereka. Waktu itu jiwa ego kita akan berasa kesal, terhina dan terseksa sekali kerana kita merasakan orang lain semua mengejek dan merendah-rendahkan kita. Biarkan. Bisikkan di hati, “Memang awak ini asalnya miskin dan hina. Berasal dari tanah dan akan menjadi tanah. Datang ke dunia dulu tanpa seurat benang dan sesen wang.” Kalaulah amalan ini dibiasakan, insya-Allah sifat ego itu sedikit demi sedikit akan dapat kita buang dari hati kita. Alah bisa tegal biasa dan yakinlah ular menyusur akar tidak akan hilang bisanya. Dan ingatlah selalu firman Allah: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (kerana sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak suka seseorang yang sombong lagi membangga diri.” (Luqman: 18). Allah berfirman lagi: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah satu golongan menghina golongan yang lain kerana boleh jadi mereka yang dihina lebih baik dari mereka yang menghina. Dan jangan pula wanita (menghina) wanita-wanita lain kerana boleh jadi wanita yang dihina lebih baik dari wanita yang menghina.” (Al Hujurat: 11)
Janganlah kita berjalan di muka bumi dengan sombong kerana kekayaan kita. Kekuatan kita tentu tidak dapat membelah bumi dan ketinggian kita tetap tidak dapat menyamai bukit. Imam Syafie pernah berkata, “Tidak akan mulia orang yang mengangkat diri dan tidak akan hina orang yang merendah diri.” Sifat berkasih sayang sesama manusia adalah sifat terpuji yang dituntut oleh Allah. Ia adalah lawan pada sifat sombong, hasad dengki dan berdendam sesama manusia. Untuk mendapatkannya, kita kena melakukan latihan. Untuk menyayangi orang yang kita sayang itu mudah. Itu bukan latihan namanya. Untuk sayang ayah dan ibu kita, ia tidak perlukan latihan. Memang fitrah semula jadi kita sayang kepada ibu dan ayah. Tetapi yang memerlukan latihan ialah untuk berbuat baik kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada kita atau berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita.Latihan ini sangat susah hendak dibuat kerana ia sangat bertentangan dengan nafsu. Tetapi kita diminta juga untuk mengusahakannya. Sebab itu Rasulullah ada bersabda: “Hendaklah buat baik kepada orang yang buat jahat kepada kamu.”
Biasanya kita hanya boleh berbuat baik dengan orang yang berbuat baik kepada kita sahaja. Kalau ada kawan yang menyinggung kita, kita tidak sanggup berbuat baik kepadanya. Sebab itulah kita kena latih melawan kemahuan jahat itu. Caranya, orang yang kita tidak suka itu, kita ajak makan bersama, ajak berbual, ajak bermesra, ajak berjalan dan lain-lain lagi. Hal ini memanglah boleh membuatkan hati susah sedikit. Tidak mungkin sekali dua kita usahakan, kita terus mendapat hasilnya. Kita kena lakukan latihan ini sepanjang masa. Bila ada peluang melakukannya, teruslah bertindak.Sanggupkah kita membuat latihan seperti yang telah kita sebutkan tadi? Kalau kita mampu berbuat, kitalah rijal. Kitalah wira kerana sanggup memerangi nafsu. Ertinya sanggup memerangi diri sendiri. Namun ianya bukan mudah. Amat susah. Tersiksa kita dibuatnya. Adakalanya hendak berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat baik kepada kita pun amat susah. Betapa pula hendak berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat jahat kepada kita. Tentu lebih sulit lagi. Namun melalui latihan yang bersungguh-sungguh, insya-Allah ianya akan dipermudahkan oleh Allah. Allah berfirman: “Mereka yang berjuang di jalan Kami nescaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah berserta orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)
Contoh 3: Rasa Takut
Rasa takut yang menguasai hati akan bertindak dalam berbagai bentuk mengikut suasana yang dihadapi. Contohnya, takut jin, takut harimau, takut ular, takut penjahat, takut miskin, takut orang kata, takut menegakkan kebenaran, takut maksiat dan takutkan Allah. Di antara rasa-rasa takut yang disenaraikan di atas, ada rasa takut yang dilarang syariat dan ada pula rasa takut yang disuruh syariat. Perlu diketahui bahawa kedua-dua jenis takut ini tidak mungkin mengisi hati manusia dalam satu masa. Kalau rasa takut yang dilarang syariat ada dalam hati, maka rasa takut yang disuruh syariat, tidak akan bertapak di hati. Sebaliknya kalau takut yang disuruh syariat mengisi ruangan hati, maka hilanglah pula rasa takut yang dilarang syariat.Tujuan melawan hawa nafsu yang dianjurkan syariat adalah untuk membuang segala rasa takut yang dilarang, untuk diganti dengan rasa takut yang disuruh. Kemuncak rasa takut yang dikehendaki syariat ialah rasa takutkan Allah, dengan erti takutkan segala azab yang dijanjikan oleh Allah di dunia apalagi di Akhirat.Untuk itu kita mesti melawan nafsu kita yang takut pada hantu atau momok misalnya. Setiap kali kita terserempak dengan suasana itu, jangan kita mengalah dengan nafsu. Kuatkan hati dan tanamkan keyakinan bahawa Allah sahaja yang layak kita takuti. Yang lain-lain hanyalah makhluk seperti kita dan tidak ada apa-apa kuasa.Untuk lebih berkesan, cuba di waktu tengah malam, kita pergi sendirian ke tanah perkuburan atau ke tempat-tempat yang menyeramkan. Masya-Allah! Tentulah takut. Takut itulah yang mesti kita lawan. Lawan dengan iman dan ilmu. Yakin bahawa tidak ada suatu kuasa pun yang boleh memberi kesan melainkan kuasa dan keizinan Allah. Waktu itu, isikan hati dengan zikrullah. Sedar dan yakinlah bahawa Allah sentiasa bersama dan Allah sangat hampir dengan kita. Allah Maha Melihat dan sedang melihat apa yang kita lakukan. Allah Maha Mendengar dan sedang mendengar apa yang kita katakan. Allah Maha Mengetahui segala masalah yang sedang melanda hati kita. Allah penentu, Allah pemutus, Allah penolong, Allah pembantu, Allah penyelamat dan Allah Maha Kasihan Belas pada hamba-hamba-Nya yang mahu mengikut jalan-Nya. “Mereka yang bermuhajadah (berjihad untuk mencari keredhaan Allah) pada jalan Kami, akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah berserta orang yang berbuat baik.” (Al Ankabut: 69)
Lakukan latihan ini dengan tawakal dan doa yang sungguh-sungguh, agar Allah merestui dan memudahkan perjalanan kita. Buangkan rasa takut itu dan gantikan dengan ingatan serta keyakinan hanya pada-Nya. Bagi orang yang ingin menegakkan kebenaran, tetapi takut dikata orang, takut dihina, takut dibuang kerja, takut ditangkap, takut dijel, takut dibenci dan diketepikan, juga wajib bermuhajadah. Lawanlah rasa takut yang begitu dengan bertindak melakukan amalan tersebut. Misalnya kita takut hendak menghantar anak ke sekolah yang terjamin ada pendidikan Islam, dengan alasan takut tidak dapat kerja, takut gelaplah masa depannya di samping takutkan sikap hidup yang konon ketinggalan zaman. Cara melawannya ialah hantarkan sahaja anak ke sekolah yang ditakuti itu. Kuatkan hati, pejamkan mata, pekakkan telinga dan lepaskan si anak pergi. Apa sahaja yang dibisikkan nafsu dan syaitan itu kita lawan. Jangan dilayan. Tawakal dan berdoa kepada Allah semoga usaha itu direstui dan semoga Allah bukakan jalan-jalan kemenangan kepada kita di dunia dan Akhirat.
Bagi orang-orang yang tidak melawan nafsu, imannya tidak mungkin dapat bertambah. Malah makin berkurang. Sama ada mereka sedar atau tidak, mereka telah diperhambakan oleh nafsu, menempah kecelakaan dan kutukan Allah di dunia dan Akhirat. Sebenarnya apa yang ditakuti itu, baik jin, mahupun kemiskinan atau penghinaan dari orang lain, pada hakikatnya tidak begitu. Adakah selama ini jin yang mencekik dan membunuh orang? Benarkah orang yang berpendidikan Islam itu miskin dan hina? Benarkah orang yang berpendidikan sekular terjamin hidup dunianya? Cubalah renung dan fikirkan hakikat ini. Kemudian sesuaikan pula dengan firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu tolong Allah, Allah akan menolong kamu dan Dia akan menetapkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)Demi Allah yang tidak akan mungkir janji, yakinlah bahawa setiap usaha yang bertujuan mencari keredhaan-Nya pasti mendapat jaminan dan dimuliakan. Seperkara yang harus kita sedar bahawa Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih itu, sentiasa bersedia untuk menolong sesiapa sahaja dari hamba-hamba-Nya. Kerana telah ditetapkan-Nya bahawa untuk mendidik hati, menambah iman itu perlu kita banyakkan latihan melawan hawa nafsu, maka Allah sendiri selalu memberi peluang pada kita untuk berbuat demikian.
Mehnah atau ujian dari Allah yang selalu menimpa kita seperti miskin, sakit, kematian, kecacatan anggota, kekurangan rupa paras, lemah dan bodoh, kata nista, hasad dengki orang, bencana alam dan lain-lain kesusahan serta penderitaan itu adalah peluang yang Allah berikan untuk kita bermujahadah. Lagi tinggi taraf iman seseorang, lagi banyaklah mehnah yang Allah datangkan. Demikian maksud sabda Rasulullah SAW: “Bala yang paling berat akan ditimpa pada nabi-nabi, kemudian orang yang paling mulia (selepas nabi), kemudian yang paling mulia selepas itu. Seseorang itu diuji mengikut pegangan agamanya. Jika kuat agamanya beratlah ujiannya. Jika lemah agamanya, maka diuji mengikut agamanya.” (Riwayat At Tirmizi). Apabila jiwa dihimpit dengan kesusahan-kesusahan, ertinya nafsu tercabar. Nafsu bakhil, sombong, penakut dan lain-lain mazmumah itu menjadi sakit dan terseksa setiap kali ditimpa ujian. Sesiapa sahaja sama ada orang Islam atau bukan Islam, asalkan dia hamba Allah, pasti merasakan hal ini. Bagi orang-orang yang beriman, dia sedar maksud Allah berbuat begitu. Setiap kali ditimpa ujian dia cepat-cepat memberitahu hatinya bahawa kalau ia sabar dan redha dengan ujian itu ia pasti akan mendapat satu dari dua yakni:
1. Penghapusan dosa atau
2. Kasih sayang Allah dan pangkat darjat di Syurga
Apabila diyakini sungguh-sungguh, bagi kita yang bertaraf iman ilmu tentu akan sanggup bermujahadah, memaksa nafsu untuk tenang dan merasa tidak ada apa-apa dengan penderitaan itu. Kalau kita miskin, maka pujuklah hati untuk tidak sedih dan susah hati dengan kemiskinan. Kajilah kebaikan yang diperolehi oleh orang miskin, di dunia mahupun di Akhirat. Misalnya di dunia kita beruntung, tidak payah mengurus, tidak payah bertanggungjawab membantu orang lain. Di Akhirat pula hisab akan dikurangkan dan dipercepatkan masuk ke Syurga. Kemudian ajaklah hati untuk menerima pemberian Allah itu dengan redha, tanpa kesal dan buruk sangka dengan Allah. Yakinlah bahawa Allah cukup tahu kenapa kita perlu miskin. Kita pula sangat lemah untuk memahami hakikatnya apalagi untuk menangkisnya. Ibarat baju kita yang mana ia tidak pernah tahu kenapa kadang-kadang dibasuh, kadang-kadang digosok, kadang-kadang dijahit, kadang-kadang dipakai dan kadangkadang dibuang. Maka begitulah kita yang jahil tentang rahsia diri dan hati sendiri. Amat munasabahlah untuk kita redha dan sabar dengan ketentuan Allah kepada kita.Memang di peringkat mujahadah, hati masih sakit dan tidak puas hati. Hanya jagalah supaya kita tidak gelisah, tidak mengungkit-ungkit, tidak mengadu-ngadu serta tidak buruk sangka dengan Allah. Kalau sifat ini dapat dikekalkan, insya-Allah peluang untuk meningkatkan iman adalah besar. Sebaliknya kalau setiap ujian dihadapi dengan keluh-kesah dan gelisah, kebimbangan, tidak sabar dan buruk sangka dengan Allah, bersedialah untuk menanggung kegelisahan jiwa yang perit dan penderitaan di Akhirat yang amat sangat. Untuk pengetahuan kita, perlu dinyatakan bahawa bagi orang-orang muqarrobin dan nabi-nabi, iman yang tinggi menjadikan mereka lebih senang hidup dalam kesusahan daripada kesenangan. Mereka lebih inginkan kekurangan daripada kecukupan. Sebagai bukti cuba kita lihat doa Rasulullah SAW: “Wahai Tuhan, hidupkan aku di dalam ke-miskinan, matikan aku dalam kemiskinan dan kumpulkan aku dalam Syurga bersama orang-orang miskin.” (Riwayat At Tirmizi)
Sayidina Ali dalam sejarahnya pernah ketika dia hanya ada sebiji kurma untuk berbuka puasa, tiba-tiba datang peminta sedekah meminta makanan, terus diberikannya kurma yang sebiji itu. Seorang perempuan di zaman Rasulullah SAW, yang punya tiga anak lelaki, sanggup melepaskan kesemua anaknya ke medan perang. Dia senyum ketika anak sulung dan anak keduanya mati syahid di medan perang tetapi menangis bila diberitahu anak bongsunya juga syahid. Bila ditanya kenapa dahulu senyum, sekarang menangis? Beliau menjawab: “Aku sedih kerana tiada lagi anak yang boleh aku korbankan untuk jihad fisabilillah.”Nafsu kita juga selalu membuatkan kita kelu dan takut untuk bercakap bila berhadapan dengan orang-orang besar atau raja. Sedangkan bercakap benar di hadapan raja yang zalim itu adalah dituntut. Rasulullah SAW bersabda: “Jihad yang paling utama itu berkata benar kepada penguasa yang zalim.” (Riwayat Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah)
Oleh itu kita mesti berusaha dapatkan sifat berani. Untuk melakukannya, mesti biasakan bercakap kebenaran bila semajlis dengan orang-orang besar. Memanglah di permulaannya kita akan rasa gementar tetapi lama kelamaan rasa takut pada makhluk itu pasti hilang. Yang timbul hanya rasa takut pada Allah sahaja.Tanpa latihan tidak mungkin kita boleh buat peningkatan. Sedangkan latihan itu memang sulit. Kerana kita dihalang oleh nafsu. Rasa takut dan rendah diri itu sudah lama mendarah mendaging. Jadi dengan jiwa tauhid yang kuat dan ampuh bertunjang di hati saja, kita mampu menolak nafsu-nafsu takut dan hina diri itu. Terutama bila berhadapan dengan orang besar atau orang yang berkuasa.
(sumber: usahataqwa.com)