Telah lewat sepekan ini, sementara saya belum sempat menyampaikan isi hati kepada para pembaca yang budiman. Isi hati telah mengharu biru emosi dan mengetuk-ngetuk pintu hati karena ingin segera disampaikan; yakni tentang perjuangan Ikhwanul Muslimin, Saya tidak bermaksud menutupi kenyataan dari pandangan para pembaca yang budiman, yang tentu saja mengecewakan dan menusuk perasaan mereka. Lagi pula, saya ingin menunjukkan kepada orang tentang aktivitas dan perjuangan kami. Allah swt. telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin telah dan terus bekerja dengan hanya mengharap ridha Allah, tidak menunggu ucapan terima kasih dan balasan dari seorang pun. Mereka yakin bahwa ketika mereka bekerja, mereka tengah melakukan sebagian dari kewajiban yang dituntut Islam dari putra-putranya, meskipun masih banyak kekurangannya.
Kami ingin menyampaikan kepada orang tentang dakwah kami, menjelaskan kepada mereka batasan orientasi kami, dan menyingkap di hadapan mereka hakikat kami. Semua itu dengan harapan kiranya kami mendapatkan para pendukung kebajikan dan pembimbing umat -yang siap bekerjasama dengan kami lalu berlipat gandalah kemanfaatan, semakin dekatlah jarak menuju tujuan, dan terwujudlah apa-apa yang kita impikan bersama; menyangkut perbaikan secara menyeluruh dan penyelamatan segera. Sesungguhnya, jika hati demi hati berlalu tanpa diisi oleh umat dengan aktivitas yang berorientasi kebangkitan dari ’selimut’-nya, niscaya jarak tempuh pun akan kian jauh saja. Sungguh, pada dakwah Ikhwan -jika saja orang mengetahui ada penyelamatan; pada manhaj mereka –jika saja umat mencermatinya– ada keberhasilan; pada perjuangan mereka –jika saja orang memberi dukungan– ada penggapaian cita-cita. Tiada kemenangan kecuali dari sisi Allah swt., Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Kemudian, disebutkan dalam suatu riwayat yang shahih, yang kurang lebih isinya bahwa Mu’adz ra. berjalan bersama Rasulullah saw., lalu beliau berkata, “Kalau Anda mau wahai Mu’adz, saya akan menceritakan tentang kepala dan mahkota urusan ini. Kepala urusan ini adalah engkau bersyahadat bahwa tiada Tuhan kecuali Allah ’seorang’ diri, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Sedangkan pilar urusan ini adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat, sedangkan mahkotanya adalah jihad di jalan Allah. Saya diutus semata-mata untuk memerangi manusia sehingga mereka menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan bersyahadat bahwa tiada Tuhan kecuali Allah ’seorang’ diri, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Jika mereka melakukan ini, niscaya mereka terlindung serta dilindungi darah harta mereka, kecuali dengan haknya, dan -setelah itu -hitungannya dikembalikan kepada Allah. Demi Dzat yang Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada pekerjaan yang menjadikan pucatnya wajah dan berdebunya kaki dengan hanya mengharapkan surga setelah shalat wajib, kecuali jihad di jalan Allah. Dan tiada yang lebih berat timbangan seorang hamba kecuali penunggang kuda yang gugur di jalan Allah.”
Itulah definisi Nabi saw. tentang Islam, dan beliau adalah yang paling tahu tentangnya. Adapun Ikhwanul Muslimin, ia tidaklah menggiring umat manusia kepada selain Islam dan manhajnya, tidak pula menapaki sistem, kecuali sistem Islam.
Saya telah banyak berbicara tentang mereka menyangkut shalat dan zakat, serta apa-apa yang mereka inginkan dari diri mereka dan dari orang lain dengannya.
Kini saya berbicara kepadamu tentang Ikhwanul Muslimin yang berjihad dan apa-apa yang mereka inginkan -dari diri mereka dan orang lain- dari jihad di jalan Allah, yang ia adalah mahkota Islam.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta adalah munculnya emosi yang dinamis dan kuat, yang mengaliri gelora cinta untuk meraih kembali kehormatan dan kejayaan Islam; yang membisikkan gejolak rindu untuk menggapai kekuasaan dan kekuatannya; yang menangisi duka lara dan meratapi nasib kaum muslimin yang lemah dan hina; yang menyalakan api duka cita atas realitas yang tidak diridhai oleh Allah, Muhammad, dan tidak juga oleh jiwa dan nurani yang muslim dan “Barangsiapa tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan golongan mereka.” Begitulah sebuah hadits menuturkan.
Dengan demikian
kemuraman hati berangsur meleleh
bila padanya bersemayam Islam dan iman
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah menjadikan duka cita atas kondisi yang mengitari itu sebagai pemicu dalam berpikir secara sungguh-sungguh bagaimana mendapatkan jalan keluar; dalam merenung panjang dan mendalam bagaimana memilih jalan-jalan amal dan mencari cara-cara penyelesaian. Barangkali -dengan begitu- Anda akan mendapati di tengah umat orang yang siap menunaikannya dan -secara tiba-tiba- mendapatkan penyelamatan. Niat seseorang lebih baik daripada amalnya, dan Allah swt. Mahatahu terhadap kedipan mata serta apa yang disembunyikan oleh hati.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah Anda menyisihkan dari sebagian waktu, sebagian harta, dan sebagian tuntutan pribadimu untuk kebaikan Islam dan putra-putra kaum muslimin. Jika Anda seorang pemimpin, maka berinfaqlah untuk memenuhi tuntutan kepemimpinanmu; Jika Anda seorang prajurit, maka bantulah para dai dengan aktivitasmu. Masing-masing dari mereka mendapatkan kebaikannya dan Allah memberi pahala untuk semuanya.
Allah swt. berfirman,"Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (Pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimbulkan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik, dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal shalih pula), karena Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (At-Taubah: 120-121)
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, adalah Anda memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, menaati Allah, mengikuti Rasul-Nya, mengamalkan Kitab-Nya, serta. memberi nasihat kepada para pemimpin Islam dan masyarakatnya, dengan hikmah dan mau’izhah hasanah, Suatu kaum jika telah meninggalkan sikap saling menasihati, mereka akan menjadi hina, dan jika meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, mereka menjadi terlantar.
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud, dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amar buruklah apa yang mereka selalu perbuat itu.” (Al-Maidah: 78-79)
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta Anda menjadi prajurit Allah; Anda ‘melindungi’-Nya dengan jiwa dan harta Anda. Untuk-Nya, jangan sisakan milik Anda sedikit pun. Jika kejayaan dan kehormatan Islam terancam dan gema seruan kebangkitan diserukan, Anda harus menjadi orang yang pertama kali menyambut seruan itu dan menjadi orang pertama yang maju ke medan jihad.
“Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukminin, jiwa dan harta mereka, dengan surga untuk mereka.” (At-Taubah: 111)
Sebuah hadits menyatakan,
“Barangsiapa mati dalam keadaan belum pernah perang dan belum pernah terbetik dalam dirinya untuk itu, maka ia mati di atas bagian dari kemunafikan.” (HR. Muslim, Abu Daud, dan Nasa’i)
Dengan demikian itulah penyebaran Islam, hingga ia merambah seluruh permukaan bumi.
Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta, Anda bekerja demi menegakkan timbangan keadilan, melakukan perbaikan urusan seluruh makhluk, meluruskan tindak kezhaliman, dan mencegah tangan pelakunya seberapa pun kekuatan dan kekuasaannya. Dalam hadits riwayat Abu Sa’id Al-Khudri ra., Nabi saw. bersabda, “Seutama-utama jihad adalah kata-kata benar di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. Abu Daud dan Bukhari)
Dari Jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berkata lantang di hadapan penguasa yang zhalim memerintah dari mencegahnya, akhirnya dibunuhlah ia.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih)
Sebagian dari jihad fi sabilillah wahai saudaraku tercinta, -jika Anda tidak dapat melakukan semua itu-hendaklah Anda memberikan cinta Anda kepada para mujahid dari relung hati yang paling dalam dan memberi masukan nasihat kepada mereka dengan buah pikiran Anda yang jernih. Dengan begitu, Allah swt. telah mencatat untuk Anda pahala dan telah melepaskan Anda dari tanggung jawab. janganlah sekali-kali Anda menjadi orang selainnya, sehingga hati Anda akan dikunci dan dituntut dengan sepedih-pedih siksa.
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan tiada (pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,’ lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (At-Taubah: 91-93)
Demikian inilah sebagian dari tingkatan-tingkatan jihad dalam Islam. Lalu di manakah posisi Ikhwanul Muslimin di antara tingkatan-tingkatan ini?
Ada pun jika mereka tengah larut dalam duka lara menyaksikan derita yang menimpa kaum muslimin sekarang ini, maka Allah mengetahui bahwa salah satu dari mereka –karena larutnya dalam perasaan duka cita– ada yang sampai tidak bisa lagi memberikan kelembutan perasaan dan kasih sayangnya kepada keluarga maupun saudara-saudaranya, tidak dapat lagi menikmati keindahan dan kenikmatan yang ada di alam nyata ini.
Adapun jika mereka tengah berada di jalan pembebasan, maka Allah mengetahui bahwa tiada sebuah fikrah pun yang dapat diterima oleh mereka; tiada suatu langkah pun yang dapat memuaskan jiwa mereka; tiada suatu urusan pun yang menyibukkan pikiran mereka sebagaimana urusan yang tengah memenuhi kepala dan dadanya ini; dengan sepenuh perasaan dan perenungannya.
Adapun jika mereka adalah orang-orang yang tengah berjuang di jalan ini dengan waktu dan harta bendanya, maka cukuplah Anda mengunjungi tempat perkumpulan mereka, niscaya Anda akan mendapati mata-mata sayu karena banyak begadang, wajah-wajah pucat karena kelelahan, badan-badan layu karena dilelahkan oleh semangat iman dan aqidahnya, serta pemuda-pemuda yang menghabiskan waktunya hingga lebih dari tengah malam dengan serius duduk di balik meja-meja kantor mereka, sementara anak-anak muda sebayanya tengah asyik dengan canda ria, obrolan dan kenikmatan duniawinya. Memang, betapa banyak mata yang begadang demi mata yang lelap tertidur. Namun demikian, kita serahkan pahalanya kepada Allah dan kita tidak merasa memberi kenikmatan dengannya.
“Sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (Al-Hujurat: 17)
Jika Anda bertanya tentang harta yang diinfakkan untuk dakwah mereka, tidaklah ia kecuali harta yang sedikit saja jumlahnya yang mereka berikan dengan sepenuh keridhaan dan lapang dada. Sungguh, mereka memuji Allah karena mereka dapat meningkatkan pengorbanan, berlapang dada melepaskan harta dari jenis kebutuhan sekunder menuju sikap ekonomis dalam menggunakan harta dari jenis kebutuhan primer, untuk selanjutnya menginfakkan yang sekundernya di jalan Allah.
“Dan siapa yang dipelihara dari Kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (AI-Hasyr: 9)
Alangkah bahagianya kita jika Allah swt. menerima itu semua dari kita, karena ia memang dari-Nya dan untuk-Nya.
Ada pun jika mereka adalah orang-orang yang beramar ma’ruf dan nahi munkar, maka mereka memang telah memulai dari diri mereka sendiri lalu keluarganya, rumah tangganya, saudara-saudaranya, dan kemudian handai taulannya. Bersama dengan itu mereka bekali diri dengan kesabaran dan kearifan. Tidakkah Anda menyaksikan penerbitan mereka bahwa ia adalah salah satu dari langkah amar ma’ruf nahi munkar. Tidakkah Anda menyaksikan pidato-pidato dan kata-kata mereka bahwa ia adalah salah satu jalan pembebasan ini?
Adapun tingkatan jihad selain ini, maka jamaahlah yang harus menunaikannya. Ikhwanul Muslimin generasi pertama pun tidak menyia-nyiakan potensinya untuk terlibat, karena mereka demikian memahami posisinya di hadapan agama ini dan mengetahui pula bahwa Nabi saw. bersabda,
“Barangsiapa menemui Allah tanpa tanda bahwa dirinya telah berjihad, ia menemui Allah dalam keadaan cacat (sumbing).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Mereka memohon kepada Allah agar memperkenankan mereka bertemu dengan-Nya dalam keadaan tidak cacat. Allah swt. telah berfirman,“Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. kobarkanlah semangat para mukminin (untuk berperang).” (An-Nisa: 84)
Dengan demikian, kami berharap bahwa kami telah menyampaikan berita tentang jamaah dan semoga suara ini telah benar-benar sampai ke telinga mereka, kemudian terdapatlah di sana ‘lahan subur’ untuk melahirkan tambahan tenaga pekerja dan siap bergabung dengan barisan para mujahid
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut: 69).
[sumber: harakatuna.wordpress.com]
(Dimuat di mingguan Ikhwanul Muslimin, No. 24, 9 Rajab 1353 H.)
No comments:
Post a Comment