Cinta itu bagaikan pohon di dalam hati,
akarnya adalah ketundukan kepada kekasih yang dicintai, dahannya adalah
mengetahuinya, rantingnya adalah ketakutan kepadanya, daun-daunnya
adalah malu kepadanya, buahnnya adalah ketaatan kepadanya dan air yang
menghidupinya adalah menyebut namanya. Jika di dalam cinta ada satu
bagian yang kosong berarti cinta itu berkurang.
Apabila Allah
Subhanahu wa Ta'ala cinta kepada kita maka seluruh makhluk di langit dan
di bumi akan mencintainya bertepatan dengan hadits dari Abu Hurairah
radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
“Jika Allah mencintai seseorang hamba, maka Jibril
berseru, “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia!” Maka
para penghuni langit mencintainya, kemudian dijadikan orang-orang yang
menyambutnya di muka bumi.” [Riwayat Bukhari dan Muslim].
Dalam
Sunan Abu Daud dari hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu, dia berkata,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Amal yang paling
utama ialah mencintai karena Allah dan membenci pun karena Allah.”
Imam Ahmad berkata, kami diberitahu oleh Isma’il bin Yunus, dari
Al-Hassan radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Demi Allah, Allah tidak akan mengazab kekasih-Nya,
tetapi Dia telah mengujinya di dunia."
Bagaimanakah yang dikatakan hakikat cinta itu?
A. Banyak mengingati pada yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya.
Apabila seseorang mencintai sesuatu atau seseorang, maka sudah tentu
hati dan pikirannya akan senantiasa mengingat kekasihnya serta dari
mulutnya selalu menyebut nama kekasihnya. Oleh karena itu, Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mengingati-Nya
dalam keadaan bagaimanapun sebagaimana yang dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan sesuatu
pasukan (musuh), maka hendaklah kamu tetap teguh menghadapinya, dan
sebutlah serta ingatilah Allah (dengan do'a) banyak-banyak, supaya kamu
berjaya (mencapai kemenangan).” [Al-Anfaal :45].
B. Tunduk pada perintah orang yang dicintainya dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.
Dalam hal ini, orang yang mencintai itu ada tiga macam:
1. Orang yang mempunyai keinginan tertentu dari orang yang dicintainya.
2. Orang yang berkeinginan terhadap orang yang dicintainya.
3. Orang yang berkeinginan seperti keinginan orang yang dicintainya.
Inilah yang merupakan tingkatan cinta yang paling tinggi karena dia
mampu menghindari setiap keinginan yang bertentangan dengan orang yang
dicintainya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! masuklah kamu ke dalam agama Islam
(dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut
jejak langkah syaitan; Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu yang
terang nyata.” [Al-Baqarah:208].
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Akan timbul di akhir zaman orang-orang yang mencari keuntungan dunia
dengan menjual agama. Mereka menunjukkan kepada orang-orang lain pakaian
yang dibuat daripada kulit kambing (berpura-pura zuhud daripada dunia)
untuk mendapat simpati orang ramai, dan percakapan mereka lebih manis
daripada gula. Pada hal hati mereka adalah hati serigala (mempunyai
tujuan-tujuan yang jahat). Allah berfirman kepada mereka, "Apakah kamu
tertipu dengan kelembutan-Ku? Apakah kamu terlampau berani berbohong
kepada-Ku? Demi Kebesaran-Ku, Aku bersumpah akan menurunkan suatu fitnah
yang akan terjadi di kalangan mereka sendiri sehingga orang ‘alim
(cendekiawan) pun akan menjadi bingung (dengan sebab tekanan fitnah
itu).” [Riwayat At-Tirmidzi].
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu
berkata, "Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman agar tidak meredhai kemungkaran yang berlaku di
tengah-tengah mereka. Apabila mereka mengakui kemungkaran itu, maka azab
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menimpa mereka semua, baik yang
melakukannya maupun orang-orang yang baik."
Umar bin Abdul
Aziz berkata, "Bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak
mengazab orang ramai dengan sebab perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang. Tetapi kalau maksiat dilakukan terang-terangan sedangkan
mereka (orang ramai) tidak mengingatkan, maka keseluruhan kaum itu
berhak mendapat siksa. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah
memfardhukan berbagai perkara wajib, maka janganlah kamu mengabaikannya,
dan telah menetapkan had bagi beberapa keharusan, maka janganlah kamu
melewatinya, dan juga telah mengharamkan beberapa perkara, maka
janganlah kamu mendekatinya, dan juga telah mendiamkan hukum bagi
sesuatu perkara, sebagai rahmat kemudahan buat kamu dan bukan karena
terlupa, maka janganlah kamu menyusahkan dirimu dengan mencari
hukumannya.”(Riwayat Ad-Dar Qutni, Ad-Dar Qutni : Sohih, An-Nawawi :
Hasan).
C. Mencintai tempat dan rumah sang kekasih.
Di sinilah letaknya rahasia seseorang yang menggantungkan hatinya untuk
senantiasa rindu dan cinta kepada Ka’bah dan Baitulahhilharam serta
masjid-masjid, sehingga dia rela berkorban harta dan meninggalkan orang
tersayang serta kampung halamannya demi untuk meneruskan perjalanan
menuju ke tempat yang paling dicintainya. Perjalanan yang berat pun akan
terasa ringan dan menyenangkan. Bukannya seperti kebanyakan dari
manusia zaman ini lebih cinta harta benda dari apa yang sepatutnya
mereka cintai.
Dari Tsauban radhiallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Hampir tiba suatu masa dimana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan
datang mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang hendak makan
mengerumuni talam hidangan mereka. Maka salah seorang sahabat bertanya,
"Apakah dari karena kami sedikit pada hari itu?" Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab, "Bahkan kamu pada hari itu banyak sekali,
tetapi kamu umpama buih di waktu banjir, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala
akan mencabut rasa takut terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mencampakkan ke dalam hati kamu penyakit
WAHAN. Seorang sahabat bertanya: "Apakah WAHAN itu hai Rasulullah?" Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "CINTA DUNIA & TAKUT MATI.”
[Riwayat Abu Daud].
D. Mencintai apa yang dicintai sang kekasih.
Dengan mematuhi segala perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mengamalkan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
“Katakanlah (Wahai Muhammad), “Jika benar kamu mengasihi Allah maka
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa
kamu. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.”
[A’li Imran:31].
E. Berkorban untuk mendapatkan keredhaan sang kekasih.
Keimanan seseorang muslim itu akan lengkap sekiranya dia mencintai
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan hakikat cinta yang
sebenar.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak beriman seorang daripada kalian sehingga aku menjadi orang yang
lebih dicintainya daripada (cintanya kepada) anak dan bapaknya serta
sekalian manusia.” [Riwayat Asy-Syaikhany, An-Nasaai, Ibnu Majah dan
Ahmad].
Barangsiapa yang lebih mementingkan orang yang
dicintai, maka dia sanggup berkorban nyawa sekalipun demi untuk
membuktikan kecintaannya itu kepada sang kekasih yang dicintainya. Oleh
yang demikian, kedudukan iman seseorang masih belum dianggap mantap
kecuali menjadikan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai
orang yang paling mereka cintai, lebih besar dari cinta kepada diri
mereka sendiri apalagi cinta kepada anak dan seterusnya keluarga dan
harta benda.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
“Nabi
itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka
sendiri [1] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang
yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak
(waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan
orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada
saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di
dalam Kitab (Allah).” [QS. Al-Ahzab: 6].
[1] Maksudnya: orang-orang mukmin itu mencintai nabi mereka lebih dari mencintai diri mereka sendiri dalam segala urusan.
F. Cemburu kepada yang dicintai.
Orang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya senantiasa
cemburu hatinya apabila hak-hak Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya
dilanggar dan diabaikan. Dari kecemburuan inilah timbulnya pelaksanaan
amal makruf dan nahi mungkar. Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjadikan jihad sebagai tanda cinta kepada-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
”Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad
dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah
mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi
Maha Mengetahui.” [QS. Al-Maaidah: 54].
G. Menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan orang yang dicintai dan membuatnya marah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
”Hai nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti
(keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ikutilah apa yang
diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah
sebagai Pemelihara.” [QS. Al-Ahzab: 1-3].
”Dan diantara
manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun
orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika
seandainya orang-orang yang berbuat zalim itumngetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal).” [Al-Baqarah: 165].
yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
“Sesudah itu, patutkah mereka berkehendak lagi kepada hukum-hukum
jahiliyah? padahal – kepada orang-orang yang penuh keyakinan – tidak ada
sesiapa yang boleh membuat hukum yang lebih pada daripada Allah”
[Al-Maaidah: 50].
“Dan janganlah kamu makan (atau mengambil)
harta (orang-orang lain) di antara kamu dengan jalan yang salah, dan
jangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) kepada
hakim-hakim kerana hendak memakan (atau mengambil) sebahagian dari harta
manusia dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (salahnya).”
[QS. Al-Baqarah: 188].
[Dipetik dari buku Cinta dan Rindu oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah / Al-Hikam oleh Syeikh Ibn Ata'illah Al-Sakandari].
No comments:
Post a Comment